Sabtu, 03 Maret 2012

Bagaimana kisahku menjadi “Pendongeng”



Bismillah….
Membayar hutang janji men-“share” tentang mendongeng, maka ijinkanlah saya untuk ciap-ciap sedikit pengalaman yang saya punya tentang bagaimana saya menjadi pendongeng, hallah!
Tak pernah terbayang di benak saya akhirnya Alloh menghantarkan saya untuk sampai disini, bahkan berani melabelli diri dengan “DORA-Dongeng Bersama Bunda Mora” – 2010, dan akhirnya saya putuskan mengganti BRAND menjadi “Dongeng Bunda Mora saja” – 2012.
Melayangkan ingatan di masa kecil, tumbuh berbeda dalam keluarga, selalu dipertanyakan kenapa “berbeda” dari saudara-saudara yang lain membuat “sensitifitas” meninggi. Tak mampu curhat, akhirnya jatuh cinta pada sandiwara radio “Brama Kumbara”, heheheh! (sebab ada tokoh yang selalu malang disitu, aih!).
Radio temanku!
Setiap sore (sayangnya lupa radio apa?) selalu mengudarakan dongeng macam keong emas,ande-ande lumut,  timun emas, dll. Menarik! Inspiring! Secara tidak sadar saya diajari “bercakap-cakap” dengan diri saya sendiri (tanpa suara alias dalam hati).
Di SDI Al-Maarif 02 saat itu juga sering memutarkan kaset yang berisi cerita-cerita yang seperti tersebut di atas. Jadilah keong emas dan ande-ande lumut cerita favorit saya hingga saat ini (walaupun belum pernah saya dongengkan ketika di atas panggung).
Ketika SMP, pernah mencoba mengikuti lomba cerita dll, kalah mental melihat begitu banyak pesaing yang ayu-ayu, hehehe! Maka sejak itu sedikit terlupakan.
Pada waktu SMA juga tak pernah berfikir kesana, hingga….

1997!
Saya kuliah dan menjadi ustadzah di TPQ-TPQ pinggir kali, mulailah saya mengisahkan hikmah berdasarkan “Riyadhus Sholihin” dan kitab-kitab lain.
Saya mulai melihat perbedaan. Kata teman-teman, setiap kali saya yang membuka majelis anak-anak akan diam memperhatikan, benarkah?!
Kembali pada radio, akhirnya ANDALUS menjadi pilihan saya menimba ilmu, ada kisah-kisah penuh hikmah yang diudarakannya setiap hari, gaya bertuturnya elok dan lembut, iringan musiknya juga menghanyutkan. Saya pun mulai menirunya.
Saya usung tape kecil dan mulai beroperasi di Musholla desa (boleh, kan?) yang waktu itu “sepi” pengunjung anak-anak. Setiap sore! Satu demi satu anak-anak datang, mereka menyimak kisah yang saya sampaikan, dan dimulailah TPQ baru dibawah komando teman-teman REMUS dimotori saya, hehehe!

2004
Seorang teman yang melihat bagaimana saya mampu mengendalikan anak-anak mengajak saya membuka PAUD, saya pun menyambutnya dengan senang, karena dunia masa depan akan dipenuhi anak-anak saat ini, jadilah saya memakai “peran” dalam mengusung pembelajaran. Saya tertatih-tatih karena background pendidikan saya yang jauh menyimpang. Namun “cinta” berrbicara hingga dengan segenap usaha saya terus belajar untuk “bisa”, dalam hal apa pun yang berhubungan dengan proses belajar mengajar, walaupun sampai saat ini masih sering terseok-seok.
Di tahun ini saya mengenal 3 karakter suara (suara kecil, suara besar, dan suara saya sendiri). Maka ketika RRI mengadakan lomba dongeng, saya memberanikan ikut dan saat “evaluasi” (karena Technical Meeting tak hadir), tahulah saya kalau saya telah menyajikan “cerita”, bukan “dongeng”. Dari segi intonasi, ekspresi, dan penguasaan semua bagus, sayangnya pilihan saya cerita, begitulah kira-kira yang disampaikan pada saya. Gagal! Namun tak patah arang ^_^.

2005
Mencoba kembali pada jalur pendidikan ketika kuliah, berusaha menggapai “impian” lain, namun di tengah-tengah perjalanan kembali Alloh “menyentuh” saya dengan dunia anak-anak, memegang “outbond” anak dan kembali “mendongeng” sungguh mengasyikkan!
Saya putuskan kembali pulang dan masuk di LPGTKIT selama setahun. Bertemulah saya dengan pendongeng senior kota Malang “Kak Rohmat”. Belajar kepadanya dan kepada Murid seniornya membuat saya semakin PD mengolah semua kemampuan saya, prinsip TAK ADA YANG TAK BISA ASAL KITA MAU USAHA pun saya terapkan dalam berbagai kesempatan. Saya ibarat spon yang menyerap begitu banyak air untuk bekal “perjalanan” panjang saya.

2006
Memutuskan untuk mengabdikan diri di RA Baitul Mu’minin, mulailah saya berteman banyak boneka dan berusaha mengenal karakter suara yang lain.
Bebek, Ayam, Anjing, dll! (Satu poin penting, karena masih belajar. Saya selalu mengingatnya dengan menyuarakan suara aslinya dulu agar tak salah menyampaikan. Missal: Bebek berkata, “Kwek! Kwek! Ada apa? – dengan suara cempreng kejepit. Dst.).
Saya juga mulai menerima beberapa panggilan “mendongeng” meski tanpa “uang saku” kala itu, Alhamdulillah!

2008
Man Jadda wa jadda! Kesukaan mendongeng saya mendapat apresiasi yang baik saat mengikuti lomba guru RA tingkat Kabupaten dengan menyabet kesempatan menjadi juara I (How Lucky I am! Alhamdulillah!). Namun di atas langit masih ada langit! Saya gagal di Propinsi, tak patah arang!
Saya juga tetap menerima job “mendongeng” ke sekolah-sekolah dan even-even lain, bahkan ada yang privat hingga berkesempatan meraih juara I tingkat Jatim.

2009
Terus mendongeng, berkisah, dan mulai membawa “berkah” melimpah, amiiin….

2010
Ada seorang teman menjadi guru Broadcast di SMK menggandeng saya untuk program dongeng TV komunitas mereka, maka meluncurlah program DORA dengan penuh suka cita.

2011
Saya tetap mendongeng

2012
Saya akan tetap mendongeng sampai -Insyaalloh-  tutup usia.

Itu kisahnya, lantas ilmu “cethek” yang ingin saya bagikan adalah sbb:
ð  Pertama kali yang harus dipunyai seorang pendongeng :
1.       NIAT.
Ada banyak teman sepantaran sayadi dunia pendidikan anak  yang selalu mengatakan tak bisa, maka saya tak hendak banyak kata tapi meniatkan bahwa SAYA BISA!
2.       MAU MENCOBA.
Tak ada salahnya mencoba, grogi, demam panggung, dan banyak kekhawatiran lain yang harus dienyahkan. Cobalah apapun hasilnya.
3.       PERCAYA DIRI.
Percaya Diri adalah setengah keberhasilan, dengan PD kita akan mampu melewati tantangan dan hambatan dalam mendongeng.
4.       MULAI BERAKSI
Mulai sekarang juga, jangan tunggu menjadi ahlinya karena kita akan terus belajar di sepanjang perjalanan kita.

ð  Kedua kalinya adalah mempersiapkan diri dengan :
1.       Menguasai cerita dan jalan ceritanya.
5W 1H, yuk disimak!
- What?
Apa yang kita sampaikan pada audiens? Cerita atau dongeng, dan tentang apa?
- Who?
Siapa yang ada di depan kita? Anak TK, SD, atau bahkan SMP? Libatkan mereka dalam cerita
- Where?
Dimana kita menyampaikannya? Sekolah, even lomba, TPQ? Pasti akan berbeda cerita yang akan kita sampaikan pada mereka.
- Why?
Mengapa kita menyampaikannya, mengenalkan karakter yang baik, menanamkan nilai tanpa sadar, memberi contoh tanpa menggurui, dst.
- How?
Bagaimana menyampaikannya? Tanpa peraga, dengan peraga, dengan buku teks. Akan berbeda pula cara menyampaikannya.

2.       Mengolah karakter suara
Ada banyak yang mengajarkan setidaknya kita menguasai 5 karakter suara, maka bagaimana cara memperoleh dan menguasainya?
1.       Suara asli kita, asal kita punya suara pasti bisa bercerita.
2.       Suara kecil, bisa kita kelola dengan mengecilkan suara dengan menjepit pita suara di tenggorokan (begitu kali ya? Yang pasti saat suara kecil saya tenggorokan serasa disempitkan ^_^)
3.       Suara besar, bisa kita peroleh dengan pernafasan perut dan mengembangkan pita suara.
4.       Suara Kakek dan Nenek, bisa kita peroleh dengan memasukkan semua bibir ke dalam mulut.
5.       Suara binatang, bisa kita kelola dengan mengenal suara aslinya lebih dulu
6.       Selamat berlatih

3.       Memperhatikan intonasi suara
Intonasi adalah lagu suara, menguasai lagu suara sangat membantu menghantar sebuah cerita/dongeng dengan menarik, naik turun! Berbisik dan berteriak jelas berbeda. Berbicara lembut dan kasar juga berbeda.

4.       Mengelola ekspresi wajah dan tubuh
Ekspresi mengajak anak menghayati alur cerita. Bagaimana mengelola  wajah sedih dengan sikap tubuh yang mendukung. Menampilkan wajah ceria dengan sikap tubuh yang mempesona, dan banyak lagi lainnya! Semua itu akan mengajak anak “mengalir” bersama cerita kita,

5.       Praktekkan dengan hati dan cinta
“Hati” akan berbicara tentang hal baik dan indah, “cinta” memberikan segalanya tanpa syarat, maka inilah pendongeng yang tepat untuk anak-anak.

6.       Improvisasi dan Inovasi
Bekali dengan banyak lagu dan tepuk, sesuaikan dengan cerita, dan bersiaplah untuk banyak tantangan meskipun di depan penyampaian dongeng kita sudah memberi aturan ^_^.

7.       Selamat mencoba ^_^

Ada banyak kekurangan dalam tulisan ini maka maafkanlah yang kurang dan ambillah yang baik dan bermanfaat. Mungkin Bunda Wiwik “dongeng” Puspitasari dapat menambahkan dengan lebih baik dan lebih banyak. Karena beliau telah beberapa kali menyabet gelar pendongeng Nasional ^_^.
Selamat mencoba teman-teman, sungguh saya menyukai dunia anak sepenuh “hati” dan cinta.






2 komentar:

  1. Hehe jd ingat pas KKN dl, pas ngisi TPQ, dg PD nya dirimu nanganin anak2 :D. Aq bljr kenekatan dr dirimu bunda haha :p. Sukses Ƴåª...

    BalasHapus
  2. Hahahahaa
    Kangen berat padamu An, q juga belajar banyak padamu....
    Indahnya persahabatan

    BalasHapus

ya