Bismillah….
Membayar hutang janji men-“share” tentang
mendongeng, maka ijinkanlah saya untuk ciap-ciap sedikit pengalaman yang saya
punya tentang bagaimana saya menjadi pendongeng, hallah!
Tak pernah terbayang di benak saya akhirnya
Alloh menghantarkan saya untuk sampai disini, bahkan berani melabelli diri
dengan “DORA-Dongeng Bersama Bunda Mora” – 2010, dan akhirnya saya putuskan
mengganti BRAND menjadi “Dongeng Bunda Mora saja” – 2012.
Melayangkan ingatan di masa kecil, tumbuh
berbeda dalam keluarga, selalu dipertanyakan kenapa “berbeda” dari
saudara-saudara yang lain membuat “sensitifitas” meninggi. Tak mampu curhat,
akhirnya jatuh cinta pada sandiwara radio “Brama Kumbara”, heheheh! (sebab ada
tokoh yang selalu malang disitu, aih!).
Radio temanku!
Setiap sore (sayangnya lupa radio apa?) selalu
mengudarakan dongeng macam keong emas,ande-ande lumut, timun emas, dll. Menarik! Inspiring! Secara
tidak sadar saya diajari “bercakap-cakap” dengan diri saya sendiri (tanpa suara
alias dalam hati).
Di SDI Al-Maarif 02 saat itu juga sering
memutarkan kaset yang berisi cerita-cerita yang seperti tersebut di atas. Jadilah
keong emas dan ande-ande lumut cerita favorit saya hingga saat ini (walaupun
belum pernah saya dongengkan ketika di atas panggung).
Ketika SMP, pernah mencoba mengikuti lomba
cerita dll, kalah mental melihat begitu banyak pesaing yang ayu-ayu, hehehe! Maka
sejak itu sedikit terlupakan.
Pada waktu SMA juga tak pernah berfikir kesana,
hingga….
1997!
Saya kuliah dan menjadi ustadzah di TPQ-TPQ
pinggir kali, mulailah saya mengisahkan hikmah berdasarkan “Riyadhus Sholihin”
dan kitab-kitab lain.
Saya mulai melihat perbedaan. Kata teman-teman,
setiap kali saya yang membuka majelis anak-anak akan diam memperhatikan,
benarkah?!
Kembali pada radio, akhirnya ANDALUS menjadi
pilihan saya menimba ilmu, ada kisah-kisah penuh hikmah yang diudarakannya
setiap hari, gaya bertuturnya elok dan lembut, iringan musiknya juga
menghanyutkan. Saya pun mulai menirunya.
Saya usung tape kecil dan mulai beroperasi di
Musholla desa (boleh, kan?) yang waktu itu “sepi” pengunjung anak-anak. Setiap sore!
Satu demi satu anak-anak datang, mereka menyimak kisah yang saya sampaikan, dan
dimulailah TPQ baru dibawah komando teman-teman REMUS dimotori saya, hehehe!
2004
Seorang teman yang melihat bagaimana saya mampu
mengendalikan anak-anak mengajak saya membuka PAUD, saya pun menyambutnya
dengan senang, karena dunia masa depan akan dipenuhi anak-anak saat ini,
jadilah saya memakai “peran” dalam mengusung pembelajaran. Saya tertatih-tatih
karena background pendidikan saya yang jauh menyimpang. Namun “cinta”
berrbicara hingga dengan segenap usaha saya terus belajar untuk “bisa”, dalam
hal apa pun yang berhubungan dengan proses belajar mengajar, walaupun sampai
saat ini masih sering terseok-seok.
Di tahun ini saya mengenal 3 karakter suara
(suara kecil, suara besar, dan suara saya sendiri). Maka ketika RRI mengadakan
lomba dongeng, saya memberanikan ikut dan saat “evaluasi” (karena Technical
Meeting tak hadir), tahulah saya kalau saya telah menyajikan “cerita”, bukan “dongeng”.
Dari segi intonasi, ekspresi, dan penguasaan semua bagus, sayangnya pilihan
saya cerita, begitulah kira-kira yang disampaikan pada saya. Gagal! Namun tak
patah arang ^_^.
2005
Mencoba kembali pada jalur pendidikan ketika
kuliah, berusaha menggapai “impian” lain, namun di tengah-tengah perjalanan
kembali Alloh “menyentuh” saya dengan dunia anak-anak, memegang “outbond” anak
dan kembali “mendongeng” sungguh mengasyikkan!
Saya putuskan kembali pulang dan masuk di
LPGTKIT selama setahun. Bertemulah saya dengan pendongeng senior kota Malang “Kak
Rohmat”. Belajar kepadanya dan kepada Murid seniornya membuat saya semakin PD
mengolah semua kemampuan saya, prinsip TAK ADA YANG TAK BISA ASAL KITA MAU
USAHA pun saya terapkan dalam berbagai kesempatan. Saya ibarat spon yang
menyerap begitu banyak air untuk bekal “perjalanan” panjang saya.
2006
Memutuskan untuk mengabdikan diri di RA Baitul
Mu’minin, mulailah saya berteman banyak boneka dan berusaha mengenal karakter
suara yang lain.
Bebek, Ayam, Anjing, dll! (Satu poin penting,
karena masih belajar. Saya selalu mengingatnya dengan menyuarakan suara aslinya
dulu agar tak salah menyampaikan. Missal: Bebek berkata, “Kwek! Kwek! Ada apa? –
dengan suara cempreng kejepit. Dst.).
Saya juga mulai menerima beberapa panggilan “mendongeng”
meski tanpa “uang saku” kala itu, Alhamdulillah!
2008
Man Jadda wa jadda! Kesukaan mendongeng saya
mendapat apresiasi yang baik saat mengikuti lomba guru RA tingkat Kabupaten
dengan menyabet kesempatan menjadi juara I (How Lucky I am! Alhamdulillah!). Namun
di atas langit masih ada langit! Saya gagal di Propinsi, tak patah arang!
Saya juga tetap menerima job “mendongeng” ke
sekolah-sekolah dan even-even lain, bahkan ada yang privat hingga berkesempatan
meraih juara I tingkat Jatim.
2009
Terus mendongeng, berkisah, dan mulai membawa “berkah”
melimpah, amiiin….
2010
Ada seorang teman menjadi guru Broadcast di SMK
menggandeng saya untuk program dongeng TV komunitas mereka, maka meluncurlah
program DORA dengan penuh suka cita.
2011
Saya tetap mendongeng
2012
Saya akan tetap mendongeng sampai -Insyaalloh- tutup usia.
Itu kisahnya, lantas ilmu “cethek” yang ingin
saya bagikan adalah sbb:
ð Pertama kali yang harus dipunyai seorang pendongeng :
1.
NIAT.
Ada banyak teman sepantaran sayadi
dunia pendidikan anak yang selalu
mengatakan tak bisa, maka saya tak hendak banyak kata tapi meniatkan bahwa SAYA
BISA!
2.
MAU
MENCOBA.
Tak ada salahnya mencoba, grogi,
demam panggung, dan banyak kekhawatiran lain yang harus dienyahkan. Cobalah apapun
hasilnya.
3.
PERCAYA
DIRI.
Percaya Diri adalah setengah
keberhasilan, dengan PD kita akan mampu melewati tantangan dan hambatan dalam
mendongeng.
4.
MULAI
BERAKSI
Mulai sekarang juga, jangan tunggu
menjadi ahlinya karena kita akan terus belajar di sepanjang perjalanan kita.
ð Kedua kalinya adalah mempersiapkan diri dengan :
1.
Menguasai
cerita dan jalan ceritanya.
5W 1H, yuk disimak!
- What?
Apa yang kita sampaikan pada
audiens? Cerita atau dongeng, dan tentang apa?
- Who?
Siapa yang ada di depan kita? Anak TK,
SD, atau bahkan SMP? Libatkan mereka dalam cerita
- Where?
Dimana kita menyampaikannya?
Sekolah, even lomba, TPQ? Pasti akan berbeda cerita yang akan kita sampaikan
pada mereka.
- Why?
Mengapa kita menyampaikannya,
mengenalkan karakter yang baik, menanamkan nilai tanpa sadar, memberi contoh
tanpa menggurui, dst.
- How?
Bagaimana menyampaikannya? Tanpa peraga,
dengan peraga, dengan buku teks. Akan berbeda pula cara menyampaikannya.
2.
Mengolah
karakter suara
Ada banyak yang mengajarkan
setidaknya kita menguasai 5 karakter suara, maka bagaimana cara memperoleh dan
menguasainya?
1. Suara asli kita, asal kita punya
suara pasti bisa bercerita.
2. Suara kecil, bisa kita kelola dengan
mengecilkan suara dengan menjepit pita suara di tenggorokan (begitu kali ya? Yang
pasti saat suara kecil saya tenggorokan serasa disempitkan ^_^)
3. Suara besar, bisa kita peroleh
dengan pernafasan perut dan mengembangkan pita suara.
4. Suara Kakek dan Nenek, bisa kita
peroleh dengan memasukkan semua bibir ke dalam mulut.
5. Suara binatang, bisa kita kelola
dengan mengenal suara aslinya lebih dulu
6. Selamat berlatih
3.
Memperhatikan
intonasi suara
Intonasi adalah lagu suara,
menguasai lagu suara sangat membantu menghantar sebuah cerita/dongeng dengan
menarik, naik turun! Berbisik dan berteriak jelas berbeda. Berbicara lembut dan
kasar juga berbeda.
4.
Mengelola
ekspresi wajah dan tubuh
Ekspresi mengajak anak menghayati
alur cerita. Bagaimana mengelola wajah
sedih dengan sikap tubuh yang mendukung. Menampilkan wajah ceria dengan sikap
tubuh yang mempesona, dan banyak lagi lainnya! Semua itu akan mengajak anak “mengalir”
bersama cerita kita,
5.
Praktekkan
dengan hati dan cinta
“Hati” akan berbicara tentang hal baik
dan indah, “cinta” memberikan segalanya tanpa syarat, maka inilah pendongeng
yang tepat untuk anak-anak.
6.
Improvisasi
dan Inovasi
Bekali dengan banyak lagu dan tepuk,
sesuaikan dengan cerita, dan bersiaplah untuk banyak tantangan meskipun di
depan penyampaian dongeng kita sudah memberi aturan ^_^.
7.
Selamat
mencoba ^_^
Ada banyak kekurangan dalam tulisan ini maka
maafkanlah yang kurang dan ambillah yang baik dan bermanfaat. Mungkin Bunda Wiwik
“dongeng” Puspitasari dapat menambahkan dengan lebih baik dan lebih banyak. Karena
beliau telah beberapa kali menyabet gelar pendongeng Nasional ^_^.
Selamat mencoba teman-teman, sungguh saya
menyukai dunia anak sepenuh “hati” dan cinta.
Hehe jd ingat pas KKN dl, pas ngisi TPQ, dg PD nya dirimu nanganin anak2 :D. Aq bljr kenekatan dr dirimu bunda haha :p. Sukses Ƴåª...
BalasHapusHahahahaa
BalasHapusKangen berat padamu An, q juga belajar banyak padamu....
Indahnya persahabatan